Langsung ke konten utama

Q & A Kaum Ibu Tersandera Kapitalisme


Q & A Session  "Kaum Ibu Tersandera Kapitalisme"(Oleh Ustadzah Hana Annisa Afriliani, Penulis Buku & Pemerhati Generasi)


PERTANYAAN 1

Tanya:

Mohon penjelasannya ustadzah tentang tips-tips mengenalkan dan membentuk anak agar juga menjadi pejuang Islam dan pelopor kebenaran Islam di tengah-tengah arus liberasasi dan sekularisasi saat ini? Jazaakillah khoir.. :bl
Jawaban:

Tips-tips mengenalkan dan membetuk anak menjadi pejuang Islam yakni dengan membelikan atau membacakan cerita tentang para pejuang Islam mengajaknya menonton video anak-anak suriah, palestina, dan lain-lain yang berani menghadapi tentara kafir penjajah mengajaknya ke agenda-agenda dakwah seperti masiroh, seminar dan lain-lain.

Dengan begitu diharapkan tumbuh pemahaman di benak anak tentang keharusan menjadi pembela Islam.
Semoga ananda tumbuh menjadi pejuang Islam yang tangguh. Aamiin

PERTANYAAN 2

Tanya:

Assalamu'alaikum, ibu dibebankan amanah langit yakni menjadi pengatur atas rumah tangganya, ini mohon penjelasannya ya bu?

Jawaban:

Ya, Allah telah mengamahkan kepada kaum ibu kewajiban menjadi ummu wa robbah al bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Tugas di dalamnya mencakup menyusui anak masih kecil, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya : “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. [Al Baqarah: 233]

Hadhonah anak (pengasuhan terhadap anak), pendidikan anak, melayani suami, dan memanage semua tugas rumah tangga. Hal-hal tersebut hukumnya wajib baginya, apabila tidak dikerjakan maka berdosa atasnya.
PERTANYAAN 3

Tanya:

Boleh minta tolong dijelaskan/dirincikan lagi kewajiban wanita sebagai pengatur RT. Jazakillah bil jannah

Jawaban:

Ini senada ya dengan pertanyaan nomor 2.

Kewajiban perempuan di dalam rumahnya adalah menjadi manager rumah tangga. Menager artinya dia yang mengatur agar seluruh urusan dalam rumah tangga terlaksana dengan baik, bukan berarti dia yang mengerjakan dengan tangannya sendiri. Boleh saja, jika memang suaminya mampu menyediakan pembantu (khodimat) untuk mencuci, menyetrika, dan lain-lain. Beli makanan matang, dan sebagainya. Itu boleh-boleh saja selama suami ridho. Tapi jika sebaliknya (suami mengamanahkan tugas-tugas tersebut kepada Istrinya) maka istri wajib mengerjakannya dengan ridho dan ikhlas. Karena taat kepada suami adalah wajib. Insyallah menjadi ladang pahala untuk kita.

“Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu aku akan memerintah para wanita untuk sujud kepada suaminya karena Allah telah menjadikan begitu besarnya hak suami yang menjadi kewajiban istri.” [HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad]

PERTANYAAN 4
Tanya:

Bagi yang belum punya anak, apakah sama dimuliakan Allah, ada surga ditelapak kakinya dan lain-lain, karena saya baca materi, yang disebut-sebut selalu yang punya anak, nah yang belum punya anak bagaimana bu?

Jawaban:

Ya, insyallah sama pahalanya antara wanita yang punya anak dengan yang belum punya anak. Wanita yang belum punya anak berarti kewajibannya hanya taat kepada suaminya. Jika itu dilakukan dengan baik, maka pahala Allah mengalir atasnya. Taat kepada suami dalam hal-hal yang bukan maksiat kepada Allah merupakan sebuah kewajiban. Sebab sejatinya ridho suami adalah ridho Allah.

Maka upayakan senantiasa meraih ridho suami, seperti selalu minta izin suami saat hendak keluar rumah, menjaga nama baik suami (tidak mengumbar aibnya), tidak memasukkan lelaki asing ke rumah saat suami tidak ada, berdandan di hadapan suami, dan lain-lain. Jadi, bagi wanita yang belum punya anak, ladang pahala ada pada suaminya mba...layani suami dengan baik dan totalitas semata-mata karena Allah. :blush:
PERTANYAAN 5
Tanya:

Terkait Ibu muslimah zaman now....

Kita tau bahwa keadaan ekonomi makin menghimpit situasi finansial dari institusi keluarga. Kapitalisme dan sekuler semakin mendesak keluarga untuk keluar dari tujuan utamanya dan hanya mementingkan materi.

Suami bahkan menyadari bahwa sang istri harus bekerja untuk menambah pundi-pundi uang keluarga. Karena, suami dan istri tau bahwa mereka tidak hanya menghidupi anak-anak mereka saja... Tapi juga, bapak ibu dari suami/istri Bahkan juga saudara/i kandungnya...

Kesepakatan mencari uang mereka lakukan agar... Keluarga tetap tercukupi kebutuhan hidup sebagaimana mestinya.

Dalam hal ini, istri kadang menjadi bimbang, apakah memposisikan dirinya terlebih dahulu sebagai ibu rumah tangga atau ikut mencari nafkah (red. Bekerja di luar rumah).

Maka... Dalam batas yang seperti apakah Islam, memberikan izin kepada muslimah (red. Istri) untuk sama-sama mencari rejeki (red. Bekerja di luar rumah) ?

Jenis-jenis pekerjaan apa saja yang diperbolehkan oleh Islam dalam hal muslimah bekerja di luar rumah?

Jawaban:

Yang harus dipahami dan dijadikan pegangan awal adalah tentang hukum syara yang melekat pada perbuatan. Hukum bekerja bagi wanita adalah mubah, sementara mengurus rumah tangga adalah wajib. Maka disini harus ada skala prioritas: yang mubah jangan sampai mengabaikan yang wajib.

Sebab meninggalkan yang wajib kita berdosa, sementara meninggalkan yang mubah kita tidak berdosa. Artinya kalaupun terpaksa ibu harus ikut bekerja mencari nafkah, maka upayakan kewajiban di rumah tidak ada yang terabaikan. Misalnya kewajiban mengurus anak, memanage kebutuhan rumah tangga, melayani suami dan lain-lain

Berarti butuh manajemen waktu yang baik bagi para ibu bekerja agar tak mengabaikan kewajiban utamanya di rumah.

Adapun jenis-jenis pekerjaan yang boleh dilakukan oleh perempuan di luar rumah adal pekerjaan yg halal dan tidak mengesploitasi kecantikannya. Misalnya menjadi penyanyi, model, artis, dll. Ini tidak diperbolehkan oleh syariat. Yang boleh adalah pekerjaan yang mengandalkan kemampuan otak dan tenaganya. Misalnya menjadi guru, dokter, bekerja kantoran, dll. Dengan syarat: tidak berikhtilat dengan lawan jenis (menjaga interaksi), tidak bertabaruj (dandan berlebihan), tidak membuka aurat.

Pertanyaan Lanjutan :

Lantas, jika sang suami ternyata tidak peduli dengan kewajiban istri sebagai ibu rumah tangga... sehingga sang istri merasa harus mencari rezeki (di luar rumah, karena nafkah dari suami tidak cukup untuk menghidupi rumah tangga), dan terpaksa istri (ibu) menyerahkan pendidikan anak kepada nenek dan kakeknya. 

Bagaimana sikap terbaik sang istri, dengan kondisi demikian?


Jawaban : 

Dibicarakan baik-baik dengan suami terkait kewajiban istri di rumah, khususnya terkait pendidikan anak-anak. Karena dalam Islam, ibu adalah madrasah pertama bagi anak2-anaknya. Terbentuknya generasi berkualitas yang berkepribadian Islam di masa depan berawal dari didikan seorang ibu. Terutama menciptakan kedekatan psikologis dengan anak menjadi kunci agar ke depannya anak tumbuh menjadi pribadi yg hangat.
Sebetulnya ibu bisa bekerja tanpa harus meninggalkan anak2nya. Misalnya berbisnis di rumah. Misalnya dia berjualan online, menulis buku, membuka toko, dll

Kalaupun benar-benar terpaksa harus bekerja di luar, dipilih pekerjaan yang tidak menyita waktu sehingga kita tidak kehilangan momen bersama anak, dan masih biss mengerjakan kewajiban dir umah. Berarti pekerjaan yang tidak full time dari pagi sampai sore. Misalnya menjadi guru privat, dll


PERTANYAAN 6

Tanya:

Bagaimana jika seorang wanita harus benar-benar bekerja, dikarenakan suaminya belum mendapat rejeki pekerjaan. Dan sang istri sudah mendorongnya agar mau berniaga dari pada memilih jalan riba/menerima pekerjaan di bank. Tetapi sang suami belum mau melakukan untuk berniaga. Dan dengan terpaksa semua kebutuhan istrilah yang menghandel. Dari mengurus anak, menyekolahkan, makan, memasak, mencuci, dan mendidik anak. Bagaimana seharusnya dan solusi untuk keluarga yang seperti ini.

Jawaban:

Bekerja bagi wanita adalah mubah alias boleh-boleh saja. Jika suami belum bekerja, sementara istri bekerja, silahkan niatkan untuk membantu suami agar mendapatkan pahala sedekah. Sambil terus berdoa agar suami memperoleh pekerjaan yang halal dan berkah.

Pelan-pelan dikomunikasikan saja kepada suami tentang kewajibannya mencari nafkah adalah tanggung jawabnya. Dan yang perlu diperhatikan adalah mencari nafkah secara halal agar yang mengalir ke tubuh keluarga adalah berasal dari harta yang halal. Dengan begitu diharapkan rumah tangga tersebut mendapatkan keberkahan dari Allah.

PERTANYAAN 7

Tanya:

Wanita itu kan madrasatul ula bagi anak-anaknya. Bagaimana jika seorang ibu itu lemah akan ilmu agama. Jadi ia tidak mengajarkan tauhid pada anak-anaknya, apakah ibu itu berdosa?

Jawaban:

Ya, betul, ibu adalah madrasatul 'ula bagi anak-anaknya. Sekolah pertama. Maka hal tersebut seharusnya menjadi pemacu bagi setiap ibu untuk memperdalam ilmu agama, semata-mata agar memiliki bekal dalam mendidik anak-anak. Tidak ada kata terlambat dalam belajar. Apalagi belajar/menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, termasuk kaum ibu. Maka, Islam menetapkan bahwa para ibu tidak hanya berkewajiban menjalankan amanah di dalam rumahnya (mengurus anak, melayani suami, mengurus rumah), tapi juga menuntut ilmu dan berdakwah.

Menuntut ilmu bisa dengan ikut kajian keislaman intensif dg seorang ustadzah, menghadiri majelis ta'lim, membaca buku, bergabung dengan komunitas ngaji, dan sebagainya. Insyallah dengan begitu, pemahaman kita tentang Islam akan bertambah. Ditambah lagi dengan adanya kewajiban dakwah, maka tentu kita akan terdorong untuk mengaplikasikan ilmu yang sudah kita dapatkan dalam kehidupan. Jadi bukan sekadar teori, tapi diamalkan juga.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?" (As-Saff:2)

PERTANYAAN 8

Tanya:

1. Yang dimaksud dengan sistem islam itu sistem yang bagaimana. Tolong contohnya yang spesifik bu.

2. Langkah kecil apa yang perlu dilakukan mengingat jerat kapitalisme mengakar pada tiap lini kehidupan.

3. Saya minta dalil dari pernyataan ibu bahwa "Islam menjamin kesejahteraan wanita. Apabila ia tidak memiliki suami, maka wali atau saudara laki-lakinya yang berkewajiban menanggung nafkahnya".
Sekian syukron katsir bu

Jawaban:

:cherriesSistem Islam yang dimaksud adalah sebagaimana yang pernah Rasul contohkan, yakni tegaknya daulah Islam di Madinah Al-Munawarah. Pada saat itu, hanya Islam yang dipakai sebagai aturan di tengah-tengah masyarakat di Madinah dalam seluruh sendi kehidupan, seperti ekonomi, politik, hukum, peradilan, dll. Semuanya merujuk pada Islam yang digali dari nash-nash syara, baik Al-Quran, Assunah, ijma sahahat dan Qiyas. Sehingga masyarakat pada saat itu hanya diikat oleh akidah Islam saja, bukan ikatan semu seperti kesukuan, nasionalisme, warna kulit dll. Jadi, sistem Islam yang dimaksud adalah institusi/negara yang didalamnya menerapkan syariat Islam secara kaffah, pemimpinnya diberi wewenang untuk menerapkan aturan Islam, bukan membuat hukun sendiri seperti halnya sistem sekarang ini.

Pada prakteknya penerapan sistem Islam itu pernah terjadi secara real yakni sejak masa Rasulullah di Madinah, kemudian masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali) , kemudian para khalifah setelahnya (kekhilafahan Umayah, Abbasiyah, hingga Ustmaniyah). Pada kurun itulah, Islam menjadi negara adidaya dunia dan mampu memancarkan kesejahteraan untuk seluruh umat manusia.

:heart: Langkah kecil yang harus kita lakukan adalah berkontribusi untuk mencerdaskam umat agar umat menyadari tentang bobroknya sistem kapitalisme saat ini. Pencerdasan umat ini adalah bagian dari aktivitas amar ma'ruf nahyi mungkar. Praktiknya bisa dilakukan dimana saja, misalnya saat ngobrol dengan tetangga, keluarga besar, dll maka topik yang diangkat diupayakan adalah tentang permasalahan umat, memberikan gambaran bahwa semua itu adalah dampak dari tidak diterapkannya syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan.

Sebaliknya yang diterapkan adalah sistem kapitalisme yang membawa malapetaka, karena bukan berasal dari Allah. Melainkan hawa nafsu manusia semata. Wajar dalam kapitalisme, hidup serba sulit karena penguasa bukan berperan sebagai pelayan rakyat melainkan pengusaha. Rakyat harus bayar mahal kalau ingin hidup berkualitas. Padahal dalam Islam tidak begitu, pemimpin adalah orang yang diamanahi untuk memimpin rakyat dengan syariat Islam agar mereka memperoleh kesejahteraan, bukan sebagai ladang mendapatkan keuntungan.

:grapes: jawaban no 3.
Dalil terkait hal tersebut adalah apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat.

Bagi wanita yang tidak memiliki suami (meninggal/bercerai) maka tanggung jawab nafkah dikembalikan kepada orang tua mereka setelah suaminya menceraikannya atau meninggal dunia, seperti Hafshah setelah ditinggal syahid suaminya di perang Uhud maka ia kembali ke orang tuanya yaitu Umar bin Khattab. Atau Ruqayyah dan Ummi Kultsum setelah bercerai dengan suaminya maka Rasulullah yang bertanggungjawab terhadap keduanya yang akhirnya menikahkannya dengan Utsman bin Affan.

Sedangkan jika orangtuanya tidak mampu maka yang bertanggungjawab terhadap mereka adalah pemerintah, baik dengan mencarikan suami bagi mereka atau memberikan santunan dari baitulmal. Ketika Fathimah binti Qais ditalak tiga oleh suaminya maka Rasulullah memberikan perlindungan dan memberi tempat kepadanya untuk menghabiskan masa iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum, lalu menikahkannya dengan Usamah bin Zaid setelah berlalu masa iddahnya. Begitu pula ketika Ummu Aiman dicerai suaminya karena tidak rela dengan keislamannya, Rasulullah memberikan motivasi kepada para sahabat: “Barangsiapa yang ingin masuk jannah, nikahilah Ummu Aiman.” Selain itu Rasulullah SAW juga mengabarkan kepada umatnya dengan menjanjikan pahala yang besar bagi mereka yang memberikan perhatian kepada para janda. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
السَّاعِي عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ أَوْ كَالَّذِي يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ

“Orang yang membantu para janda dan orang miskin adalah seperti orang yang  berjihad di jalan Allah atau seperti orang yang selalu mengerjakan shaum di siang hari dan shalat di malam hari.” (Muttafaq ‘Alaih)

PERTANYAAN 9

Tanya:

Langkah awal apa yang harus dipahami bagi seorang ibu single parent, yang menjadi tulang punggung keluarga, agar mampu menyeimbangkan antara mencari nafkah dan mendidik anak di rumah? Jazakillah khoir ustadzah

Jawaban:

Wanita yang tidak bersuami, nafkahnya ditanggung oleh walinya (orang tua), dan jika tidak mampu oleh negara. Tapi itu dapat terjadi hanya jika kita ada dalam negara yang menerapkan Islam. Dalam sistem saat ini, negara lepas tangan, dan membebankan urusan nafkah kepada individu, bahkan negara mendorong kaum ibu untuk keluar dari rumahnya atas nama pemberdayaan perempuan. Hal ini tentu bertentangan dg0 Islam. Namun kita dipaksa untuk menerima kondisi demikian.

Maka langkah yang harus kita lakukan adalah bersabar, jalani saja dengan ikhlas...semoga upaya ibu mencari nafkah (meski bukan kewajiban) menjadi amal shalih yang akan menjadi pemberat timbangan amal di yaumul hisab. Lebih-lebih jika, bekerjanya seorang ibu tersebut tetap mampu menjalankan kewajibannya di rumah sebagai ummu wa robbah al bayt. Insyallah tidak ada yang sia-sia di hadapan Allah....:blush:

PERTANYAAN 10

Tanya:

Assalaamu'alaikum wr.wb
Merasakan dari fakta yang ada, kaum ibu memang kebanyakan menjadi lalai terhadap tugas nya menjadi ibu rumah tangga. Lantas karena saat ini solusi yang selalu diajukan diterapaknnya khilafah islamiyyah_ belum juga pemerintah terapkan, adakah peran kita sebagai seorang anak, disamping realita dan problematika yang terjadi saat ini?
Pun sehingga banyak pula dari anak-anak yang putus sekolah karena ingin membantu orangtuanya. Lalu bagaimana dalam pandangan Islam?

Jawaban:

Ya, solusi tuntas atas segala permasalahan umat adalah dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Maka dibutuhkan adanya upaya serius dan bersungguh-sungguh dalam menegakannya. Umat harus bersatu, jangan terpecah belah hanya karena perbedaan mahzab dan harokah. Langkah kongkret yang harus kita lakukan adalah dakwah. Menjadikan Islam sebagai standar perbuatan bagi seluruh manusia. Sehingga memiliki satu perasaan dan satu pemikiran, yakni Islam saja.

Kalau sampai harus putus sekolah hanya karena bekerja, jelas ini kondisi yang sangat tidak ideal. Menunjukkan bahwa sistem kehidupan saat ini telah gagal menyejahterakan rakyat. Maka, sudah saatnya umat menyadari akan kebobrokan sistem ini, berjuang untuk mengubahnya menuju sistem Islam.

Kesimpulannya...

Seorang wanita itu istimewa di hadapan Allah. Ketika berbagai amanah dibebankan di pundaknya, berarti itulah ladang menyemai pahala baginya. Lakukan dengan totalitas semata-mata mengharapkan ridho ilahi. Semoga Allah memberkahi rumah tangga kita, menjadikannya sakinah mawadah warahmah. Dan menjadikan rumah tangga kita bervisi akhirat, bukan sekadar mengejar dunia tapi akhirat. Bersinergi dalam membangun peradaban Islam. Aamiin


(Oleh Ustadzah Hana Annisa Afriliani, Penulis Buku & Pemerhati Generasi)
Forum Diskusi On-Line ini disediakan oleh whatsap group Share Kajian Muslimah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CARA KAPITALISME MENGUASAI DUNIA Part 3/9

Caranya adalah dengan mendorong munculnya Undang-Undang Privatisasi BUMN. Dengan adanya jaminan dari UU ini, perusahaan kapitalis dapat dengan leluasa “mencaplok” satu per satu BUMN tersebut. Tentu tetap dengan dukungan permodalan dari dua lembaganya, yaitu perbankan dan pasar modal Jika dengan cara ini kaum kapitalis sudah mulai bersinggungan dengan UU, maka sepak terjangnya tentu akan mulai banyak menemukan hambatan. Bagaimana cara mengatasinya? Caranya ternyata sangat mudah, yaitu dengan masuk ke sektor kekuasaan itu sendiri. Kaum kapitalis harus menjadi penguasa, sekaligus tetap sebagai pengusaha Untuk menjadi penguasa tentu membutuhkan modal yang besar, sebab biaya kampanye itu tidak murah. Bagi kaum kapitalis hal itu tentu tidak menjadi masalah, sebab permodalannya tetap akan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu perbankan dan pasar modal Jika kaum kapitalis sudah melewati cara-cara ini, maka hegemoni (pengaruh) ekonomi di tingkat nasional hampir sepenuhn

Q & A Penjajahan Syahwat

Session Q & A Penjajahan Syahwat Oleh : Ustazdah Asri Supatmiati (Penulis Buku dan Jurnalis) Pertanyaan 1 Laki-laki dan perempuan harus ghodul bashor itu gimana ya? Jawaban: Ringkasnya: Ghodul bashor artinya menahan pandangan atau memalingkan pandangan. Dari apa? (1) Dari aurat dan (2) Dari hal-hal yang merangsang syahwat, meski itu bukan aurat. Contoh: Laki lihat wanita (dan sebaliknya wanita lihat laki) yang tidak menutup aurat, harus berpaling.  Dosa jika sengaja memandanginya. Laki lihat wanita (dan sebaliknya wanita lihat laki) yang sudah nutup aurat maka: (1) tidak apa-apa asal tidak menimbulkan syahwat. Misal dalam muamalah jual beli, pendidikan, murid-murid laki-laki di kelas lihat gurunya wanita saat mengajar.  (2). Harus memalingkan pandangan jika sudah muncul syahwat. Misal lihat foto-foto akhwat berhijab tapi jadi nafsu, wajib palingkan/tundukkan/tahan pandangan. Jangan lihat foto-foto akhwat tersebut Dalil ghodul b

PENJAJAHAN SYAHWAT

Penjajahan Syahwat Oleh : Ustazdah Asri Supatmiati (Penulis Buku dan Jurnalis) Sadarkah kita, Indonesia dijajah? Bukan lagi penjajahan fisik, bukan pula sekadar penjajahan ekonomi, politik, budaya, tapi sudah sampai penjajahan syahwat. Hal paling privat dalam kehidupan manusia. Hal paling tersembunyi dari diri seorang Muslim.  Namanya dijajah, syahwat dikendalikan sesuai kehendak penjajah. Karena penjajahnya berideologi sekuler liberal, maka syahwat dibuat supaya liberal. Bebas. Liar. Mengikuti pandangan mereka dalam mendefinisikan apa itu syahwat. Apa itu naluri seksual. Alat penjajahan syahwat itu adalah konten pornografi dan pornoaksi (PP). Media untuk menjajah syahwat itu adalah internet, video, game, komik, film, musik, foto, patung, lukisan, iklan, dan bahkan buku pelajaran anak TK. Na'udzubillahi minzalik. Sejak kapan penjajahan syahwat itu masuk Indonesia? Sekitar 10 atau boleh jadi 20 tahun lalu. Menurut budayawan Taufik Ismail, sedikitnya ada 13